(oleh Rukin Firda, Jawa Pos)
Hari kedua kunjungan wartawan dari Indonesia ke Xiamen dihabiskan di Pulau Gu Lan Yu. Gu Lan Yu memang menjadi obyek wisata utama Kota Xiamen. Konon, level Gu Lan yu sebagai tempat wisata di China masuk kategori bintang lima. Setara dengan Great Wall dan Terracota.
Meski terpisahkan oleh selat kecil, Gu Lan Yu tidak terlalu jauh dari Xiamen, yang sejatinya juga merupakan sebuah pulau. Hanya perlu waktu sekitar lima menit menyeberang dengan feri dari Xiamen menuju Gu Lan Yu.
Kunjungan rombongan wartawan dari Indonesia ke Gu Lan Yu dilakukan pada hari Minggu. Jadi, banyak wisatawan yang mengunjungi pulau tersebut. Baik yang datang sendiri maupun dengan rombongan.
Sebenarnya, ada banyak obyek wisata yang bisa dinikmati di Gu Lan Yu. Paling menarik bagi rombongan wartawan Indonesia adalah Sunlight Rock (batu cahaya matahari) dan museum piano. Karena obyek wisata kedua itulah sehingga Gu Lan Yu juga disebut sebagai Pulau Piano.
Sesuai dengan namanya, koleksi di museum piano adalah berbagai jenis dan tipe piano terutama yang masuk kategori kuno. Sebagian besar dibuat abad 18. Paling tua adalah sebuah piano yang dibuat pada tahun 1738. Bentuknya sangat sederhana.
Di museum piano itu juga terdapat piano-piano unik. Misalnya, piano dengan tuts yang berkebalikan dengan piano pada umumnya. Jika piano pada umumnya memiliki tuts warna putih untuk nada natural dan hitam untuk nada kruis (setengah nada), piano itu sebaliknya. Tuts untuk nada natural berwarna hitam, sementara untuk tuts nada kruis-nya berwarna putih.
Yang tidak kalah uniknya adalah piano sudut. Lazimnya tuts piano diatur lurus. Pada piano sudut, jajaran tutsnya membentuk sudut 90 derajat. Jadi membayangkan bagaimana cara memainkan piano tersebut? Sayang, karena piano-piano tersebut sudah tua dan rentan, jadi tidak boleh dimainkan. Bahkan disentuh saja tidak boleh.
Rombongan wartawan dari Indonesia beruntung karena saat berada di museum piano ada sesi penampilan seorang pianis yang memainkan salah satu piano kuno tersebut. Komposisi yang dimainkan adalah komposisi music klasik ciptaan Chopin.
Meski piano tersebut sudah tergolong kuno, namu suaranya masih bagus. Apalagi, pianis terlihat sangat ahli dan menjiwai sekali lagu yang dimainkannya.
Jika saat mengunjungi museum piano, rombongan wartawan Indonesia bisa menikmati sajian musik, saat mengunjungi Sunlight Rock, kami harus menikmati tantangan mendaki ratusan – atau malah ribuan - tangga untuk mencapai puncaknya.
Namun, tantangan dan rasa lelah mendaki puncak bukit tersebut, terbayar dengan sajian pemandangan indah. Dari puncak bisa melihat secara berkeliling 360 derajat Pulau Gu Lan Yu. Juga pemandangan Kota Xiamen.
Acara hari kedua di Xiamen kemarin (16/9/12) ditutup dengan makan malam di sebuah restoran muslim. Pengelolanya langsung datang dari Xinjiang, yang memang merupakan provinsi yang mayoritas penduduknya muslim.
Masakannya sungguh lezat dan sangat cocok dengan lidah orang Indonesia. Bahkan lebih enak. Terutama sate kambingnya. Meski tidak dilengkapi dengan saus bumbu seperti sate di Indonesia, namun rasanya lebih mak nyus. Bumbunya meresap sampai ke dalam dagingnya.
Yang tidak kalah enaknya adalah teh yang secara khusus didatangkan dari Xinjiang. Teh tersebut sudah terasa manis, meski tidak diberi gula. Penulis pun merasa perlu untuk membeli dua bungkus teh dari Xinjiang, meski harganya cukup mahal. Satu bungkus 80 Yuan.
''Ini didatangkan langsung dari Xinjiang dengan pesawat terbang. Makanya, mahal,'' kata sang penjual. Tidak mengapa mahal, daripada nanti sudah sampai kembali ke Indonesia, malah menyesal karena tidak jadi membeli the Xinjiang.