(oleh Rukin Firda, Jawa Pos)
Agama Islam mengajarkan bahwa sesama muslim (penganut Islam) adalah bersaudara. Hal itu terasa sekali ketika saya berkunjung ke kota Quanzhou di Provinsi Fujian.
Di kota pelabuhan ini, banyak sekali jejak-jejak Islam yang bisa dilihat. Bisa dimaklumi karena Pelabuhan Quanzhou di masa lalu adalah pelabuhan utama yang menjadi titik awal Jalur Sutera rute samudra. Bahkan dari kota inilah Laksamana Cheng Ho mengawali pelayaran kelimanya mengelilingi dunia.
Tidak berlebihan jika di kota ini terdapat museum yang menggambarkan kedatangan dan perkembangan Islam di sana. Lokasi museum itu sendiri berdekatan dengan museum kelautan.
Saat itulah datang serombongan pemuda memasuki museum kelautan. Berniat mewawancarai mereka, maka saya mencegatnya dan meminta wawancara.
Betapa terkejut sekaligus gembira mereka ternyata adalah pemuda-pemuda muslim asal Kota Lan Zhou provinsi Ganzu. Begitu mengetahui saya berasal dari Indonesia dan beragama Islam mereka langsung akrab. Layaknya seperti bertemu saudara yang sudah lama tidak bertemu.
Ma Hei Min, nama pemuda muslim itu, bahkan langsung menawari saya dan rekan-rekan dari Indonesia untuk berkunjung ke restoran Lan Zhou La Mien (mi tarik), tempat dia dan beberapa rekan sekotanya membuka usaha.
Perasaan sebagai saudara sesama muslim juga saya rasakan ketika berkunjung ke Masjid Qin Jing. Begitu saya mengucapkan salam ''Assalamulaikum'', seorang lelaki berkopiah putih menyambut saya dengan jabat erat yang hangat.
Lelaki bernama Huang Wenkeng itu adalah penanggungjawab masjid tersebut. Huang yang bernama Islam Ibrahim itu juga dengan sangat antusias memberikan penjelasan bahwa saya berniat salat Ashar di masjid tersebut.
Dia mengajak saya untuk salat berjamaah, karena waktu salat Ashar, segera masuk. Memang beberapa saat kemudian, terdengar adzan. Yang melantunkannya adalah imam Masjid Qin Jing, Ma Yibula.
Sementara Ma Yibula yang bernama muslim Muhammad Ibrahim itu bersiap untuk memimpin salat Ashar, Huang Wenkeng mengantar saya ke tempat wudlu. Sayang sekali, saat itu sedang jam kerja. Sehingga tidak banyak warga muslim di sekitar masjid yang datang untuk salat berjamaah.
Kami salat Ashar berjamaah bertiga. Ma Yibula menjadi imam, sementara saya dan Huang Wenkeng menjadi makmum. Saya juga merasa bangga karena Ma Yibula meminta saya untuk menyerukan Iqomah.
Sungguh, pertemuan dengan sesama penganut muslim di negeri orang, dimana muslim menjadi minoritas, mempertebal rasa persaudaraan sesama muslim. Perasaan tersebut makin bertambah ketika kami makan malam di sebuah restoran yang dikelola sebuah keluarga asal Provinsi Qing Hai. Qing Hai berada di Tiongkok Barat Daya. Separo warga Qing Hai adalah muslim.